Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Muhdi Akbar; Merajut Toleransi di Ruang Bertetangga

 
SELAYAR.ARUNGSEJARAH.COM - Muhdi Akbar; Merajut Toleransi di Ruang Bertetangga.

SETELAH rumah tangga, maka lingkungan interaksi yang lebih luas adalah pada tetangga. Masyarakat 3 agama di Binanga Benteng memegang ajaran leluhur mereka yang mengatakan bahwa keluarga yang paling dekat adalah tetangga. Bukan mereka yang satu keturunan atau satu agama tetapi jaraknya sangat jauh dari tempat tinggal seseorang. 

Kenapa tetangga dianggap sebagai keluarga terdekat, karena merekalah yang paling terdekat kemungkinannya memberikan pertolongan ketika seseorang mengalami kesusahan, misalnya ketika seseorang sakit mendadak di tengah malam atau mengalami bencana. Dalam keadaan seperti itu, tidak mungkin seseorang mengharapkan bantuan keluarganya yang tinggal jauh dari tempat tinggalnya sendiri.

Karena tetangga dianggap sebagai keluarga terdekat, maka hubungan dengan para tetangga selalu dijaga dengan baik. Di Binanga Benteng, posisi rumah tidak diatur berdasarkan kelompok agama masing-masing. Masyarakat 3 agama ini membangun rumah yang bercampur-baur dengan yang lainnya. Sehingga tidak semua tetangga dari satu rumah tangga itu satu agama dengan dia. 

Oleh sebab itu, untuk membina hubungan baik dengan tetangga, masyarakat 3 agama ini punya kebiasaan saling mengunjungi satu sama lainnya. Saat saling mengunjungi itu akan terjadi komunikasi yang memberikan informasi, sehingga mereka bisa saling mengenal karakter masing-masing, permasalahan yang dihadapi, atau apa yang menjadi kebutuhan hidupnya. 

Keberadaan seorang tetangga bagi mereka bisa menjadi tempat berbagi. Kebiasaan ini tentu saja akan membangun dan memperkuat ikatan emosional di antara mereka. Kunjungan tetangga seperti ini, tidak membebani pihak yang dikunjungi untuk menyuguhkan makanan, kue, atau minuman karena ini dianggap sebagai kunjungan biasa saja. Tetapi ketika yang empunya rumah kebetulan punya sesuatu yang bisa disajikan, maka dengan senang hati mereka akan menyajikannya untuk dinikmati bersama.

Tak hanya sekedar berbagi cerita untuk membina hubungan yang baik dengan tetangga. Masyarakat 3 agama di Binanga Benteng ini punya kebiasaan berbagi yang lain, yaitu berbagi hasil panen pertanian atau hasil tangkap dari melaut. 

Seseorang yang membawa pulang hasil kebun, baik barupa sayur atau buah-buahan, maka ia akan membagi ke para tetangganya, meski masing-masing hanya mendapatkan sedikit. Kalau yang dibawa kebetulan banyak, maka masing-masing akan mendapat banyak pula. 

Mereka juga memegang prinsip bahwa untuk berbagi dengan orang lain tidak perlu menunggu kaya, yang penting ada dan cukup untuk dibagi, yaa dibagi saja. Nilai berbagi yang mereka pegang bukan pada banyak-sedikitnya sesuatu yang dibagi itu, tetapi pada rasa kebersamaan dan persaudaraannya.

Toleransi dalam bertetangga juga dapat dilihat ketika ada di antara mereka yang melakukan pekerjaan fisik yang tidak membutuhkan banyak orang, seperti memperbaiki bagian rumah tertentu yang rusak, membangun pagar, atau mengangkat sesuatu yang agak berat atau agak banyak. Maka tetangga yang beda agama sekalipun, tanpa dimintai tolong akan datang membantu. 

Untuk jenis bantuan yang membutuhkan waktu agak lama, pihak yang dibantu akan menyiapkan sesuatu sebagai suguhan, meski itu hanya sekedar teh manis, misalnya. Suguhan itu sebagai wujud kesenangannya karena diberi bantuan. Dan suguhan itu tidak boleh ditolak, karena bisa menimbulkan ketersinggungan.

Begitu juga dengan kaum ibu, jika ada yang hendak membuat hajatan kecil-kecilan, misalnya perbaikan rumah yang membutuhkan tenaga beberapa orang laki-laki, atau membawa hasil pertanian ke rumah yang memang membutuhkan beberapa orang tenaga. Maka ibu-ibu tetangga yang lain akan datang membantu membuat suguhan makanan untuk orang-orang yang bekerja tadi. Dan mereka pada akhirnya juga akan makan bersama di tempat itu.

Seperti itulah kehidupan bertoleransi antara tetangga masyarakat 3 agama di Binanga Benteng. Perbedaan agama tidak menjadi sesuatu yang menghalangi mereka untuk saling membantu dan berbagi satu sama lainnya.

Sebelumnya.... Muhdi Akbar; Merajut Toleransi Dalam Ruang Keluarga - Arung Selayar (arungsejarah.com)

Catatan:

Tulisan ini membahas tentang bagaimana komunitas masyarakat Muhdi Akbar memahami dan menjalani toleransi dalam lingkup keluarga atau rumah tangga. Tulisan ini merupakan bagian dari tulisan Hasmah dalam bukunya yang berjudul "Muhdi Akbar (Model Toleransi Umat Beragama Di Kabupaten Selayar)". Buku ini merupakan hasil penelitian pada tahun 2016, dan diterbitkan pada tahun itu juga oleh Pustaka Sawerigading. Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya tempat ia bekerja mengusung tema penelitian pada tahun itu tentang "Disintegrasi Bangsa" 

Sumber: Muhdi Akbar: Model Toleransi Umat Beragama di Kabupaten Selayar - Pustaka Sawerigading