Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah (2)
SEKITAR satu tahun pertama berada di Mekkah, yaitu pada tahun 1904, usia Hayyung memasuki 12 tahun. Keinginan untuk belajar agama Islam dengan sungguh-sungguh mendorong ia untuk masuk sekolah resmi.
Dengan segala usahanya, ia akhirnya diterima untuk belajar di Pesantren Al-Falah di Marwah. Meski usianya sudah menginjak 12 tahun, tapi karena ia tidak mempunyai ijazah pendidikan dasar pesantren, maka ia harus mulai semuanya dari awal.
Ia masuk di pesantren tingkat Ibtidaiyah yang setingkat dengan Sekolah Dasar (SD) untuk sekolah umum sekarang. Untuk selesai di tingkat Ibtidaiyah pada Pesantren Al-Falah membutuhkan waktu 4 tahun. Dan karena ketekunannya, akhirnya Hayyung mampu menyelesaikan pendidikan dasar tersebut dengan sempurna pada tahun 1908.
Setelah tamat di tingkat Ibtidaiyah, pada tahun yang sama Hayyung berniat untuk melanjutkan sekolahnya di tingkat Tsanawiyah. Ia melanjutkan sekolahnya pada pesantren yang sama, sehingga ia dengan mudah diterima di sekolah tersebut. Lama pendidikan di Tsanawiyah sama dengan di tingkat Ibtidaiyah, yaitu 4 tahun.
Keinginan Hayyung untuk memperdalam pemahaman tentang Islam semakin mantap. Tidak ada waktunya yang terbuang begitu saja. Ia tidak ingin termasuk kelompok orang-orang yang merugi karena lalai dalam waktu. Empat tahun belajar di tingkat Tsanawiyah, mampu dilalui dengan baik oleh Hayyung, sehingga ia tamat tepat pada waktunya, yaitu tahun 1912.
Pada tahun yang sama, Hayyung kembali melanjutkan sekolahnya pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu Aliyah 3 tahun. Ia melanjutkan sekolahnya masih pada pesantren yang sama. Pada tingkat ini, ilmu agama yang ia pelajari semakin mendalam, yang merupakan kelanjutan dari kurikulum pada tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Dan tepat tiga tahun belajar, yaitu pada tahun 1915, Hayyung menamatkan sekolahnya di tingkat Aliyah.
Pesantren Al Falah membina pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Tapi setelah Hayyung tamat dari tingkat Aliyah, ia tidak berfikir untuk langsung melanjutkan pendidikannya di tingkat perguruan tinggi.
Keputusan ini diambil atas berbagai pertimbangan, termasuk pertimbangan keuangan dan keluarga. Rasa rindu pada keluarga dan kampung halaman yang begitu besar membuat ia memutuskan untuk pulang kampung. Oleh keluarganya, ia kemudian dikawinkan dengan seorang wanita bernama Baine Binti Amma Bau’.
Haji Hayyung seorang yang haus akan ilmu pengetahuan. Ia menyadari bahwa kalau ia tetap berada di kampung, ilmu pengetahuannya tidak akan bertambah. Sementara itu, ia tidak menemukan seorang guru yang bisa dijadikan sebagai tempat belajar untuk memperdalam ilmu-ilmu agama yang ia pelajari selama kurang lebih 11 tahun di pesantren Al Falah.
Ilmu agama yang dimiliki dirasa masih sangat kurang untuk melakukan gerakan pembaharuan Islam di tengah masyarakat Selayar yang hidup dalam pengaruh takhayul, bid’ah dan khurafat.
Kenyataan ini telah membulatkan tekadnya untuk melanjutkan kembali pendidikannya yang sudah tertinggal selama sekitar 1 tahun. Akhirnya, pada tahun 1916, Haji Hayyung memutuskan untuk kembali ke Mekkah.
Sebagai seorang suami, ia tidak ingin melapaskan tanggung-jawabnya dengan meninggalkan istrinya begitu saja. Keinginan menuntut ilmu bukan satu alasan yang mengharuskan seseorang boleh meninggalkan tanggung jawabnya.
Oleh sebab itu, ia membawa serta istrinya pergi ke Makkah untuk mendampinginya hidup di sana. (2/3)
Bersambung.... Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah (3)
Sebelumnya.... Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah (1)
Sumber: buku Selayar dan Pergerakan A.G.H. Hayyung.