Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah (1)

Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah, Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung, Latar Belakang Keluarga Haji Hayyung, Pelapisan masyarakat selayar, Pemerintahan Adat Selayar Masa pendudukan Belanda, Kepercayaan Masyarakat Selayar Pra-Islam, Geologi dan Topografi Selayar, Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya, Mengenal Nama Selayar, sejarah selayar, nusa selayar, sejarah nusa selayar, sejarah pemerintahan selayar, salajara, selajar, salajar, saleier, saleijer, salaiyer, salaijer, kepulauan selayar, kabupaten kepulauan selayar, K.H. Hayyung, Haji Hayyung, Aroepala, Masyarakat Selayar Memeluk Islam Berdasarkan Lontaraq Sultan Pangali Patta Raja,Pengabaran Injil di Selayar
 

SEBAGAIMANA telah dijelaskan di artikel sebelumnya bahwa setelah memasuki usia sekolah, oleh pamannya yang bernama Haji Bakka, Hayyung didaftarkan masuk Volk School (VS). Sekolah ini adalah sekolah bentukan pemerintah penjajah Belanda. 

Di Selayar hanya ada 1 sekolah ketika itu, dan daya tampungnya pun sudah pasti sangat terbatas. 

Tidak semua anak usia sekolah bisa masuk dan mengenyam pendidikan di sekolah ini. Hanya mereka yang berasal dari keturunan bangsawan, yaitu para anak opu, anak pattola, dan keluarga opu dan pattola saja. Mereka yang berasal dari keluarga orang biasa apalagi ata, tidak berhak bersekolah di VS. Oleh sebab itu, Volk School dikenal dalam masyarakat dengan istilah ’Sikolah Opu’ yang berarti sekolah kaum bangsawan. 

Hayyung dengan mudah dapat masuk sekolah tersebut karena ia berasal dari keturunan bangsawan baik dari pihak ayah maupun ibunya. Ia bersekolah di VS tidak begitu lama karena segera dikeluarkan oleh pihak sekolah karena kenakalannya. Sebenarnya, La Mattulada pun tidak begitu mendukung anaknya dimasukan ke sekolah Belanda. 

Belanda dianggap sebagai bangsa penjajah yang menginjak-injak harga diri bangsa dan agamanya. Jadi apapun yang diberikan oleh Belanda kepada masyarakat dalam wilayah jajahannya, termasuk pembangunan di bidang pendidikan, pasti mempunyai maksud terselubung yang tidak baik. 

Hal ini sangat jelas dilihat pada pola penerimaan murid-muridnya yang sangat membeda-bedakan kedudukan sosial anak yang hendak masuk sekolah.

Pada tahun 1903, Hayyung dititipkan oleh orang tuanya kepada jamaah haji yang hendak ke Tanah Suci Makkah menunaikan ibadah haji. La Mattulada adalah orang tua yang begitu sayang sama anaknya meski ia anak yang nakal. 

Oleh karena itu, Hayyung dipercayakan untuk diantar oleh pamannya yang bernama Haji Moha’. Ini adalah kali pertama Hayyung ke Tanah Suci Makkah, dan sama sekali tidak mengetahui bagaimana kehidupan dan budaya masyarakat di sana. 

Ia juga tidak tahu akan ke mana sesampainya di sana, jika tidak ada orang berpengalaman yang mengantarnya. Orang tuanya bermaksud agar Hayyung bisa disekolahkan di Arab untuk memperdalam pemahamannya tentang Al Qur’an dan ajaran Islam secara keseluruhan. 

Setelah tinggal di Arab Saudi, Hayyung melakukan perenungan tentang apa dan bagaimana hakekat hidup ini yang sesungguhnya. Ia mengubah pola fikir yang dijalani selama ini di kampung halamannya. Hidup hanya sekali dan semua yang ada pasti berakhir pada suatu ketika. Jangan sampai kesalahan-kesalahan yang selama ini terjadi menjadi sesal di kemudian hari. 

Ada kewajiban yang harus dipertanggung-jawabkan sebagai makhluk yang dipercaya menjadi khalifah di muka bumi ini. 

Kesadaran-kesadaran itulah yang mendorong Hayyung untuk bersungguh-sungguh belajar bahasa Arab sebagai langkah awal untuk memudahkan ia memahami Al Qur’an dan Hadist yang merupakan sumber ajaran Islam yang kaffah. (1/3)

Bersambung.... Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah (2)