Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kondisi Pendidikan di Selayar hingga 1947

SELAYAR.ARUNGSEJARAH.COM - Kondisi Pendidikan di Selayar hingga 1947, Apa arti dari Selayar? Selayar penghasil apa?, Berapa jam perjalanan dari Makassar ke Selayar? Selayar itu di mana? Berapa jumlah penduduk di Selayar? Produk-Produk Pertanian di Selayar hingga 1947, Pertanian Bahan Pangan di Selayar Masa Penjajahan, Rumah Tahanan Masa Belanda di Selayar, Jejak Jembatan di Selayar hingga 1947, Daftar Distrik di Afdeeling Selayar Masa Belanda 1906, Gedung Tahanan Sementara Selayar: Bangunan Peninggalan Belanda yang Terbengkalai, Sistem Kekerabatan Masyarakat Selayar, Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah, Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung, Latar Belakang Keluarga Haji Hayyung, Pelapisan masyarakat selayar, Pemerintahan Adat Selayar Masa pendudukan Belanda, Kepercayaan Masyarakat Selayar Pra-Islam, Geologi dan Topografi Selayar, Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya, Mengenal Nama Selayar, sejarah selayar, nusa selayar, sejarah nusa selayar, sejarah pemerintahan selayar, salajara, selajar, salajar, saleier, saleijer, salaiyer, salaijer, kepulauan selayar, kabupaten kepulauan selayar, K.H. Hayyung, Haji Hayyung, Aroepala, Masyarakat Selayar Memeluk Islam Berdasarkan Lontaraq Sultan Pangali Patta Raja, Pengabaran Injil di Selayar
Data Pendidikan Masyarakat Selayar hingga 1947
SELAYAR.ARUNGSEJARAH.COM - Kondisi Pendidikan di Selayar hingga 1947.

SELAYAR merupakan wilayah yang cukup penting dalam sejarah, khususnya di Sulawesi Selatan. Meski demikian, keberadaan daerah ini dalam literatur sejarah masih kurang mendapat perhatian, salah satunya terkait perkembangan pendidikan di daerah yang dikenal sebagai daerah kepulauan yang pernah menjadi penghasil kelapa (kopra) terbesar di nusantara.   

Salah satu laporan yang menarik untuk diungkap mengenai perkembangan pendidikan di daerah ini yakni Memorie Van Overgave Der Onderafdeeling Saleier J. Van.Bodegom yang terbit tahun 1947. 

Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa di masa itu, Selayar dan pulau-pulaunya telah memiliki 33 Sekolah Rakyat dan 2 Sekolah Lanjutan di Benteng dan Batangmata. 

Secara umum dapat dikatakan bahwa 33 sekolah rakyat ini memilki 72 pengajar dan diikuti oleh 3368 murid pada tahun ajaran 1946 -1947 dan murid untuk tahun ajaran 1947-1948. 

Angka-angka ini didasarkan atas buku stambuk dimana pada kenyataannya angka ketidakhadiran/absen dapat dipastikan setidaknya 25%, sehingga dalam kenyataannya, tidak lebih dari 2400 anak yang mengikuti pendidikan di sekolah rakyat. 

Berdasarkan angka ini, dapat diketahui bahwa anak-anak yang benar-benar bersekolah di masa itu hanya sekitar 18%, jika dipersentase berdasarkan jumlah anak yang berusia antara 6 -12 tahun di Selayar ketika itu yang berjumlah lebih dari 14.000 anak (tahun 1945).  

Dari data ini juga terungkap bahwa di Benteng terdapat penilik sekolah yang mengadakan pengawasan secara tehnis atas sekolah-sekolah rakyat dan sekolah-sekolah lanjutan yang ada. Penilik ini juga melakukan ujian masuk (bersama komisi ujian) untuk peserta Kursus Guru Pengajar Sekolah Rakyat (di Benteng), serta calon peserta Sekolah Normal (Normaal Scholen) di Makassar. 

Kendati demikian, pendidikan masyarakat di onderafdeling Selayar secara teratur dikembangkán oleh pemerintah Belanda, kendati secara nasional Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. 

Jumlah sekolah dalam 20 tahun terakhir meningkat dari 22 menjadi 33 sekolah, guru dari 28 orang menjadi 72 orang guru, dan jumlah murid dari 1083 menjadi 3368 orang. 

Selain itu dapat dalam laporan juga disebutkan adanya peningkatan dibanding dengan jumlah penduduk, tidak saja secara absolut tetapi juga berbanding secara relatif dengan jumlah penduduk. 

Pada 1 januari 1947, perbandingannya adalah 3368 murid dari 81.231 jiwa, sedangkan pada 1 Januari 1927 yaitu 1083 dari ± 66.000 jiwa. Berdasarkan data ini, dapat dilihat terdapat peningkatan kesempatan bersekolah, selain dapat disimpulkan bahwa terdapat pula peningkatan minat masyarakat untuk bersekolah. 

Walaupun demikian, jika melihat data, minat untuk bersekolah masih jauh dari angka yang memuaskan. Terlebih, angka ketidakhadiran yang masih begitu tinggi, terutama disebabkan atas fakta bahwa ada sejumlah orang tua yang berhasil dibujuk untuk mendaftarkan anaknya untuk bersekolah, tetapi tidak begitu peduli apakah anak-anaknya benar-benar pergi ke sekolah atau tidak. 

Di pulau-pulau ini dimana terdapat 3 jenis penyakit terkait pendidikan yang bersifat endemis, yakni angka absen karena sakit dapat dipastikan sekitar 6 hingga 7%; selanjutnya ada 3 hingga 5% anak-anak yang meminta izin, namun sisanya, yakni sekitar 10 hingga 20% disebabkan karena bolos. 

Kondisi ini dapat terlihat dengan jelas oleh setiap orang. Alasan yang paling banyak dan klasik yakni keberadaan anak-anak tersebut harus membantu orang tuanya bekerja, sehingga bagi orang tua, tidak begitu mempermasalahkan jika anaknya tidak masuk sekolah. 

Akan tetapi yang menarik dari laporan Belanda ini, bahwa alasan membantu orang tua bekerja tersebut dianggap hanya hanyalah alasan omong kosong saja.  Sebab pada dasarnya ketidakhadiran anak-anak di sekolah ini, sebab kurang atau tidak adanya perhatian orang tua terhadap sekolah. Untuk memperbaiki kondisi ini, orang-tualah yang harus diberi kesadaran akan arti pentingnya sekolah bagi masa depan anak-anak mereka. 

Untuk itu, pemerintah Belanda berupaya mengorganisir pertemuan dengan orang tua untuk menunjukan manfaat serta pentingnya pendidikan dasar. Para Ketua Masyarakat Adat dan kepala-kepala yang lebih rendah telah berulang-ulang didorong untuk memberi perhatian atas permasaalahan ini. 

Sedangkan kepada penilik sekolah dan para guru sekolah rakyat juga telah diberikan instruksi yang serupa. Bahkan terdapat edaran tertanggal 9 Mei 1947 No.370/A3 dan edaran tertanggal 9 Mei 1947 No.371/A3 terkait hal tersebut.

Bersambung.... Bangunan Sekolah dan Sarana Pembelajaran di Selayar Hingga 1947 - Arung Selayar (arungsejarah.com)