Latar Politik Dan Sejarah Pemerintahan Selayar Dari Masa Ke Masa: Rancangan Akhir
DR. Edward L Poelinggomang |
Rancangan Akhir
BERLANDASKAN pada gambaran sejarah pemerintahan di Selayar itu Nampak bahwa sangat sulit dipastikan kapan kawasan Selayar tampil pada panggung sejarah sebagai kesatuan pemerintahan utuh, meskipun hal itu terjadi.
Kenyataan itu disebabkan kurangnya tinggalan tertulis bertanggal yang dapat diperoleh. Walaupun demikian jelas bahwa pada periode sebelum Belanda menanamkan kekuasaan di Sulawesi Selatan negeri itu pernah mencapai keutuhan sebagai satu persatuan pemerintahan.
Kami sebut persatuan pemerintahan karena daerah-daerah yang mengakui Putubangun sebagai yang diunggulkan bukanlah daerah kekuasaan melainkan daerah pengaruh kekuasaan.
Sementara periode setelah Perang Makassar hingga akhir pemerintahan Hindia Belanda lebih banyak menunjukkan ketidaktentraman, karena perpecahan-perpecahan yang terjadi di Selayar selepas Perang Makassar itu, terus berkecamuk, khususnya keterlibatan pihak Bone dan memanfaatkan daerah itu sebagai basis kegiatan perdagangan maritime..
Berpangkal pada kenyataan itu seyogianyalah usaha untuk menelusuri “Hari Jadi Selayar” dipautkan dengan periode sebelum kehadiran VOC, khususnya ketika kesatuan-kesatuan pemerintah lokal di Selayar menciptakan hubungan kekeluargaan dan persahabatan diantara mereka dengan menempatkan salah satu dari kesatuan itu sebagai kerajaan yang dihormati dan dipatuhi.
Selain itu pula dapat ditelusuri ketika kerajaan-kerajaan kecil di kawasan itu memilih dan menentukan sikap dalam menghadapi pihak kolonial Belanda (VOC).
Dalam hal ini kami perkirakan bahwa perjanjian persahabatan antara Gantarang dan Laiyolo pada 14 Januari 1668 dapat dipertimbangkan.
Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa perjanjian itu diikrarkan demi untuk mencegah pengaruh penjajahan dan pada sisi lain menunjukkan sikap solidaritas antar bangsa-bangsa serumpun.
Itulah sebabnya, meskipun secara hukum negeri mereka telah berada dalam kewenangan pihak Belanda (VOC), mereka masih tetap menunjukkan sikap menentang dan berpihak pada Kerajaan Gowa.
****
DR. Edward L Poelinggomang, Staf pengajar pada Jurusan Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makassar.
****
Daftar Bacaan
Adam, M. 1981”From Avoidance to Confrontation: Peasant Protest in Precolonial and colonial Southeast Asia”, Comparative Studies in Society and History, No. 23, hal. 217-247.
Donselaar, W.M. 1857 “Aanteekeningen over het eiland Saleijer”, MNZ, No. 1, hal. 277-328.
Engelhard, H.E.D. 1884a “De staatkundige en ekonomische toestand van het eiland Saleijer”, IG, Thn. VI. 1, hal. 520-544, 817-842;
1884b “Mededelingen over het eiland Saleijer”, BKI, No. 32, hal. 263-510.
Heersink, Cristian, 1995. The green gold of Selayar, Amsterdam: Disertasi doctor Vrije Universiteit.
Sartono Kartodidjo, dkk. 1973 ikhtisar Keadaan Politik Hindia Belanda tahun 1839-1848, Jakarta: ANRI, Penerbitan sumber-sumber sejarah No. 5
Sibenius-Trip, J. 1887, Staatsbladen van Nederlandsch-Indie, Batavia: Javansche Boekhandel & Co.
Kriebel, D.J.C. 1919 “Grond en waterrechten in de onderafdeeling Saleier (Celebes):, KT, Thn. VIII, hal. 1086-1109.
Poelinggomang, Edward L. 1984, Perubahan Politik dan Hubungan Kekuasaan: Makassar 1906-1942, Jakarta: Tesis S2 Universitas Indonesia.