Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Latar Politik Dan Sejarah Pemerintahan Selayar Dari Masa Ke Masa: Pengaruh Ternate dan VOC

SELAYAR.ARUNGSEJARAH.COM - Latar Politik Dan Sejarah Pemerintahan Selayar Dari Masa Ke Masa: Pengaruh Ternate dan VOC., Apa arti dari Selayar? Selayar penghasil apa?, Berapa jam perjalanan dari Makassar ke Selayar? Selayar itu di mana? Berapa jumlah penduduk di Selayar? Produk-Produk Pertanian di Selayar hingga 1947, Pertanian Bahan Pangan di Selayar Masa Penjajahan, Rumah Tahanan Masa Belanda di Selayar, Jejak Jembatan di Selayar hingga 1947, Daftar Distrik di Afdeeling Selayar Masa Belanda 1906, Gedung Tahanan Sementara Selayar: Bangunan Peninggalan Belanda yang Terbengkalai, Sistem Kekerabatan Masyarakat Selayar, Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah, Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung, Latar Belakang Keluarga Haji Hayyung, Pelapisan masyarakat selayar, Pemerintahan Adat Selayar Masa pendudukan Belanda, Kepercayaan Masyarakat Selayar Pra-Islam, Geologi dan Topografi Selayar, Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya, Mengenal Nama Selayar, sejarah selayar, nusa selayar, sejarah nusa selayar, sejarah pemerintahan selayar, salajara, selajar, salajar, saleier, saleijer, salaiyer, salaijer, kepulauan selayar, kabupaten kepulauan selayar, K.H. Hayyung, Haji Hayyung, Aroepala, Masyarakat Selayar Memeluk Islam Berdasarkan Lontaraq Sultan Pangali Patta Raja, Pengabaran Injil di Selayar
DR. Edward L Poelinggomang
SELAYAR.ARUNGSEJARAH.COM - Latar Politik Dan Sejarah Pemerintahan Selayar Dari Masa Ke Masa: Pengaruh Ternate dan VOC.

Pengaruh Ternate dan VOC

PERANG Makassar yang terjadi pada tahun 1666 melibatkan Selayar, karena daerah ini memiliki hubungan dengan Kerajaan Gowa, dan juga karena kapal VOC, de Walvis, yang mengalami kecelakaan di Selayar konon kabarnya muatannya disita oleh Kerajaan Gowa dan panumpangnya dibunuh, bukanlah satu-satunya alasan. 

Terdapat faktor lain yang secara langsung melibatkan Selayar dalam perang itu adalah bergabungnya pasukan dari Rewangang, putera Raja Balabulu, dengan Arung Palakka ketika berada di Buton. Pasukannya kemudian kembali bersama armada yang dipimpin oleh Cornelis Speelman dan ikut dalam pertempuran di Buton (Engelhard, 1884b: 422-423) latar ini yang mendasari kemelut di selayar setelah Perang Makassar.

Berdasarkan Perjanjian Bungaya (18 Nopember 1667) yang dicapai untuk mengakhiri Perang Makassar, maka pihak VOC menuntuk agar Kerajaan Gowa melepaskan Selayar (pasal 17) dan pengawasan atas daerah ini diserahkan kepada Kerajaan Ternate. Keputusan itu mendapat protes dari Gantarang. 

Sikap itu diperkirakan dipengaruhi oleh keinginannya untuk menjadi “raja kepala” (hoofdvorst) atas dukungan Kerajaan Gowa di wilayah Selayar sehubungan dengan bantuan yang diberikannya untuk membinasakan awak kapal Walvisch dan menyita muatannya. 

Oleh karena itu ia bergiat menyatukan pendapat dan kekuatan dengan kerajaa-kerajaan kecil yang berpengaruh di Selayar seperti Bontobangun, Bukit, dan layolo untuk tetap berpihak kepada Gowa. 

Bahkan dalam Perang Makassar, selayar telah melibatkan diri dengan membantu Kerajaan Gowa, khususnya dalam perang (pertempuran) di Buton. Bahkan kemudian mengirim bantuan ke Makassar, nsmun ketika kepala-kepala dan pasukan mereka tiba, telah dicapai perjanjian perdamaian (Perjanjian Bungaya) sehingga secara diam-diam mereka kembali ke Selayar.

Kegiatan yang disponsori oleh Gantarang itu sirna karena  Rewangang, putera Raja Balabulu, yang memihak kepada Arung Palakka telah dinobatkan oleh VOC sebagai raja menggantikan ayahnya pada tanggal 24 Desember 1667, kembali ke Selayar bersama Putubangun dan wakil Sultan Ternate, Tocabo (Engelhard, 1884: 424) Rewangang kembali ke Selayar dengan tugas menyerahkan surat yang dititipkan VOC kepada raja-raja di Selayar, yang berisi menyangkut perubahan pemerintahan dan kekuasaan atas negeri mereka. 

Kehadiran Rewangang itu berakibat Bontobangun, Bukit, dan Laiyolo memalingkan diri dari kesepakatan semula dengan Gantarang. Kenyataan itu mendorong Gantarang untuk bekerja sendiri dan lebih giat lagi dan dengan tindakan kekerasan. Satu keberhasilan utama adalah dicapainya kesepakatan dengan Laiyolo pada 4 Januari 1668, beberapa saat sebelum pecah kembali perang antara Kerajaan dan sekutunya dengan VOC dan sekutunya, di Apaloka bertempat di rumah Taniapa. 

Kesepakatan itu merupakan ikatan persahabatan dan persaudaraan dalam mendukung Kerajaan Gowa. Menurut Haji Lamuru, orang yang menulis tentang kesepakatan itu, kedua belah pihak bersumpah bahwa murkah Allah S.W.T akan menimpah mereka dan keturunan mereka apabila mereka kelak tidak setia kepada penguasa tertinggi mereka, Kerajaan Gowa (Engelhard, 1884b: 425).

Pada sisi lain tampak bahwa Kerajaan Bone juga tidak puas dengan keputusan VOC menyerahkan Selayar dibawah pengawasan Ternate. Itulah sebabnya Sibodo dan Ragai (orang Bone) datang ke Selayar dan menghasut penduduk dan pemerintah di Selayar agar tidak tunduk kepada kompeni (VOC) dan Sultan Ternate. 

Mereka menyatakan bahwa dua penguasa itu akan memiskinkan orang Selayar dan menjadikan mereka budak yang melarat (arm en miserabele slaven). Dua orang Bone itu menyatakan bahwa mereka datang atas nama Arung Palakka, karena itu mengharapkan merekan menyatakan tunduk kepada Bone, karena Kerajaan Bone akan mengembalikan kemerdekaan mereka (Engelhard, 1884b: 428). 

Selain itu Sibodo juga memproklamirkan diri sebagai Raja Batamat dan Ragai sebagai Raja Salu atau Tana-Taluiya, selain dua orang Bone itu, masih tercatat pula sejumlah bangsawan Bone yang datang ke Selayar dengan mengatas-namakan Arung Palakka dan berusaha untuk memperoleh kedudukan politik.

Kondisi itu memaksa pihak VOC dan Ternate untuk mengambil tindakan keras terhadap Selayar demi mengalihkan kembali ketaatan mereka kepada VOC dan Sultan Ternate. Usaha itu akhirnya terwujud dengan dicapainya perjanjian dengan penguasa di Selayar pada 25 Oktober 1669, bertempat di Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam). 

Isi pokok perjajian tersebut adalah pihak-pihak raja-raja dan pemerintahan di Selayar harus mengakui bahwa Sultan Ternate adalah penguasa mereka yang sah dan kompeni (VOC) adalah penguasa tertinggi atas Makassar sehingga patut menyatakan kesetiannya kepada kompeni (VOC). 

Berlandaskan pada perjanjian ini, Selayar pada periode VOC di kepulauan Indonesia, berada dalam pengawasan Ternate dan VOC. Hal ini menimbulkan penderitaan rakyat karena mereka harus mengabdi pada dua tuan yaitu kepada Sultan Ternate dan yang dipertuan VOC.

Bersambung.... Latar Politik Dan Sejarah Pemerintahan Selayar Dari Masa Ke Masa: Periode Pemerintahan Hindia Belanda - Arung Selayar (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Latar Politik Dan Sejarah Pemerintahan Selayar Dari Masa Ke Masa: Perkembangan Awal Pemerintahan - Arung Selayar (arungsejarah.com)

****

DR. Edward L PoelinggomangStaf pengajar pada Jurusan Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makassar.