Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Produk-Produk Pertanian di Selayar hingga 1947 (1)

Produk-Produk Pertanian di Selayar hingga 1947, Pertanian Bahan Pangan di Selayar Masa Penjajahan, Rumah Tahanan Masa Belanda di Selayar, Jejak Jembatan di Selayar hingga 1947, Daftar Distrik di Afdeeling Selayar Masa Belanda 1906, Gedung Tahanan Sementara Selayar: Bangunan Peninggalan Belanda yang Terbengkalai, Sistem Kekerabatan Masyarakat Selayar, Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah, Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung, Latar Belakang Keluarga Haji Hayyung, Pelapisan masyarakat selayar, Pemerintahan Adat Selayar Masa pendudukan Belanda, Kepercayaan Masyarakat Selayar Pra-Islam, Geologi dan Topografi Selayar, Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya, Mengenal Nama Selayar, sejarah selayar, nusa selayar, sejarah nusa selayar, sejarah pemerintahan selayar, salajara, selajar, salajar, saleier, saleijer, salaiyer, salaijer, kepulauan selayar, kabupaten kepulauan selayar, K.H. Hayyung, Haji Hayyung, Aroepala, Masyarakat Selayar Memeluk Islam Berdasarkan Lontaraq Sultan Pangali Patta Raja,Pengabaran Injil di Selayar

SELAYAR.ARUNGSEJARAH.COM - Produk-Produk Pertanian di Selayar hingga 1947 (1).

SELAYAR saat ini dikenal sebagai kepulauan yang memiliki objek wisata laut yang indah di dunia yakni Taman Nasional Taka Bonerate. Status kawasan Taka Bonerate yang sebelumnya sebagai cagar alam berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 100/Kpts-II/1989, kemudian ditunjuk menjadi Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 280/KPTS-II/1992, tanggal 26 Februari 1992 dan ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No. 92/KPTS-II/2001, tanggal 15 Maret 2001 dengan luas kawasan 530.765 ha.

Taman Nasional Taka Bonerate ini taman laut yang mempunyai kawasan atol terbesar ketiga di dunia, setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di Kepulauan Maladewa. Luas total dari atol ini 220.000 hektare dengan sebaran terumbu karang mencapai 500 km². Kawasan ini terletak di Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Indonesia.

Selayar di masa lalu juga dikenal sebagai penghasil kepala (kopra) yang sangat melimpah dan menjadi barang perdagangan di dunia internasional. Selain kelapa, Selayar juga menghasilkan kapas yang dibuktikan dengan banyaknya taplak-taplak rajutan buatan Selayar di jaman VOC.

Dalam Memorie Van Overgave Der Onderafdeeling Saleier J. Van.Bodegom (1947), dapat dilihat produk-produk yang dihasilakan Kepulauan Selayar ini di masa lalu.

Disebutkan bahwa hanya dari hasil produk pertanian inilah (kecuali hasil produk yang tidak penting) penduduk memperoleh uang kontan yang diperlukan untuk bisa mengimpor barang-barang dari luar, serta untuk memenuhi kewajiban-kewajiban mereka. 

Secara umum, hasil dari ekspor beberapa produk pertanian ini sangat besar, sehingga penduduk mendapatkan dana melimpah pula.

Realitas inilah dapat menjelaskan pada masa lalu, adanya kepemilikan perhiasan emas yang cukup banyak pada penduduk. Pada tahun 1917 jumlah dana milik penduduk yang tersimpan diperkirakan telah berjumlah 5 juta golden. 

Sumber-sumber dana yang dimiliki masyarakat Selayar ini adalah bersumber dari ekspor kelapa, kapas, kemiri dan jeruk. Adapun buah tala yang juga banyak, hanya dibudidayakan untuk kebutuhan sendiri (Kalaotoa, Jampea dan Kayuadi).

Beberapa produk ekspor yang dimuat dalam Laporan Serah Terima Jabatan Onderafdeeling Selayar dari J. van Bodegom Juni 1947 tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Kelapa 

Kelapa merupakan sumber kesejahteraan yang paling utama bagi masyarakat Selayar. Menurut Laporan Serah Terima Jabatan Onderafdeeling Selayar dari J. van Bodegom Juni 1947 (Memorie Van Overgave Der Onderafdeeling Saleier J. Van.Bodegom), kopra merupakan penunjang utama keuangan rumah tangga. Harga kopra merupakan hal penentu dalam kehidupan masyarakat Selayar. 

Akan tetapi, sejak tahun 1939, terjadi penurunan ekspor kopra dari Selayar. Data ini dapat dilihat dari 1939 sebanyak 4006,1 ton, tahun 1940 sebanyak 2186,1 ton, tahun 1941 sebanyak 1010,5 ton dan tahun 1946 tinggal kurang lebih 200 ton ekspor kopra.

Berdasarkan Laporan Serah Terima Jabatan Onderafdeeling Selayar dari J. van Bodegom Juni 1947 ini menyebutkan di Selayar dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada lagi pembuatan kopra.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Akan tetapi secara menyeluruh dapat disimpulkan, bahwa saat itu harga kelapa yang berupa kelapa untuk konsumsi langsung atau dalam bentuk minyak kepala, menghasilkan lebih banyak uang dari pada dalam bentuk kopra. 

Lagi pula ekspor dalam bentuk-bentuk ini tidak memerlukan banyak tenaga kerja (di luar anggota keluarga) dibanding pembuatan kopra. Sebab tenaga kerja sulit didapat dan sangat mahal dalam pembuatan kopra. 

Hal ini ternyata terjadi di mana-mana, masalah tenaga kerja yang menimpa Selayar, juga terjadi pada produk-produk pertanian lainnya di Indonesia. 

Permasalahan tenaga kerja ini dimulai dari proses awal pembuat kopra, misalnya, kelapa terlebih dahulu harus dipetik.  Para pemanjat yang dahulu cukup puas dengan upah minimun, kini meminta tidak kurang dari 50% dari yang dihasilkan. Dän secara kualitatif kepala yang mereka petik juga yang terbaik yang mereka minta (tahun 1920 hanya 10%). Bahkan jika para pemilik kepala memenuhi persyaratan yang mereka minta, masih saja sulit mendapatkan tukang panjat.

Proses awal ini menjadi salah satu yang menyebabkan produksi kopra yang dahulu dengan mudah dapat mencapai 3500 ton per tahun, menurun secara drastis. 

Kondisi sulit ini masih ditambah lagi dengan pelayaran KPM yang semula teratur dengan pulau-pulau ini, telah terhenti, dan karena itu orang bergantung pada pengangkutan dengan perahu.

Bersambung....  Produk-Produk Pertanian di Selayar hingga 1947 (2)