Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya (3)
SELAYAR.ARUNGSEJARAH.COM - Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya (3).
DI pulau Bonerate (Kecamatan Pasi Marannu), penduduk utamanya berasal dari suku Buton. Mereka menggunakan bahasa Bonerate sebagai bahasa sehari-hari dalam pergaulan. Untuk berhubungan dengan orang di luar suku mereka, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Termasuk dalam dunia pendidikan dan pemerintahan, karena banyak di antara tenaga pendidik dan pemerintahan yang berasal dari suku Selayar dan suku lainnya yang tidak akrab dengan bahasa Bonerate.
Bahasa ini sebenarnya adalah bahasa Mbe’da-mbe’da, yaitu bahasa dari suku Buton di Sulawesi Tenggara yang meliputi wilayah Wakatobi (Wanci, Kaledupa, Tomia, dan Binongko). Meski demikian, masing-masing wilayah memiliki dialek yang khas. Penutur bahasa ini juga terdapat di wilayah Kecamatan Pasilambena, yaitu di Desa Karumpa, Desa Pulo Madu, Desa Garaupa, dan Desa Garaupa Raya yang penuturnya paling banyak.
Di Desa Karumpa juga terdapat penutur bahasa lain yang merupakan bahasa mayoritas masyarakatnya, yaitu bahasa Cia-cia. Bahasa ini juga merupakan bahasa dari suku di Buton yang penuturnya banyak terdapat di Kecamatan Batu Atas.
Pendatang dari suku Bugis juga banyak yang mendiami Selayar. Kebanyakan mereka berasal dari Bulukumba, Sinjai, dan Bone. Mereka sudah hidup sekian generasi di wilayah Selayar. Suku Bugis yang mendiami kepulauan kebanyakan bekerja sebagai nelayan.
Pekerjaan ini merupakan pekerjaan utama nenek moyang mereka sejak awal datang dan menetap di Selayar. Tetapi pada perkembangannya, mereka juga sudah melakoni berbagai jenis pekerjaan untuk bertahan hidup. Karena lamanya suku ini berada di Selayar, sehingga mereka punya dialek khas yang berbeda dengan suku-suku Bugis yang mendiami pulau Sulawesi.
Mereka banyak berdiam di pulau Jampea (Ujung), desa Rajuni, dan sebagian di desa Lambego, dan Pasi Tallu. Sebagian yang lain juga mendiami berbagai wilayah di kecamatan kepulauan. Di Benteng yang merupakan ibukota kabupaten, juga terdapat kelompok suku Bugis. Mereka kebanyakan bermukim di sisi barat bagian selatan kota, masuk dalam wilayah Panggiliang dan Bone Halang.
Pembauran yang tidak terbatas di antara masing-masing suku, menyebabkan tidak jarang di antara mereka yang menguasai bahasa lain di luar bahasa sukunya. Bahkan ada yang menguasai 3 bahasa sekaligus, seperti masyarakat Rajuni Bakka—banyak di antara mereka yang bisa berbicara dalam bahasa Bugis, Bajo, dan Selayar.
Meski di lain sisi, kebanyakan pengguna bahasa tertentu susah untuk mengerti dan bahkan tidak mengerti sama sekali dengan bahasa daerah yang lain. Apalagi kalau mereka tidak pernah melakukan pembauran yang lama dengan penutur bahasa yang berbeda dengan bahasa sukunya. Karena terdapat perbedaan yang sangat jauh antara jenis bahasa yang satu dengan lainnya, meski ada juga bahasa yang memiliki kemiripan.
Di Selayar juga terdapat warga keturunan Tiong Hoa. Untuk saat ini, sudah jarang di antara mereka yang menggunakan bahasa Tiong Hoa, meski dalam pergaulan di antara sesama mereka. Angkatan muda keturunan Tiong Hoa ini lebih banyak menggunakan bahasa Selayar dan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Penutur bahasa Tiong Hoa hanya mereka yang sudah berumur tua (sekitar 60 tahun ke atas), dan jumlahnya pun tidak banyak. (3/3)
Sumber: 1) Keterangan dari Alwi Mangippung, seorang keturunan Lowe' dan penutur bahasa Lowe'. 2) Keterangan dari Muhammad Alim, seorang keturunan dari komunitas yang mendiami pulau Karumpa, sekaligus penutur bahasa Cia-Cia. 3) Keterangan dari Muhammad Ridwan Jongke, seorang pensiunan ASN yang pernah lama bertugas di Buton, Sulawesi Tenggara.
Sebelumnya.... Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya (2)
Sumber: buku Selayar dan Pergerakan A.G.H. Hayyung, dan sumber lapangan.