Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya (2)
SELAYAR.ARUNGSEJARAH.COM - Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya (2).
DI bagian selatan pulau Selayar dalam wilayah Kecamatan Bonto Sikuyu terdapat dua kampung penutur bahasa Lowé’, yaitu kampung Laiyolo dan Barang-Barang. Jarak antara kedua kampung ini cukup jauh, di antarai oleh beberapa desa—meski masih dalam satu wilayah kecamatan. Terdapat perbedaan dialek di antara kedua kelompok penutur bahasa ini.
Ada penggunaan beberapa kosakata yang berbeda untuk maksud atau makna yang sama. Semakin ke sini, kemampuan masyarakat dalam menuturkan bahasa ini semakin berkurang. Anak usia sekolah (sampai perguruan tinggi) sudah sangat jarang yang bisa bertutur menggunakan bahasa ini dengan baik, bahkan ada yang sudah tidak bisa sama sekali.
Keberadaan bahasa ini semakin tergerus oleh penggunaan bahasa Selayar dalam pergaulan yang lebih luas, dan penggunaan bahasa Indonesia dalam lingkungan resmi (sekolah dan pemerintahan) dan media sosial. Di samping itu, ada rasa rendah diri (tidak percaya diri) kalau menggunakan bahasa sukunya sendiri, terlebih di kalangan pelajar. Ada keterangan yang menyebutkan bahwa bahasa Lowé’ sama dengan bahasa Wotu di Luwu Timur—Sulawesi Selatan.
Selain di Bonto Sikuyu, penutur bahasa ini juga terdapat di wilayah Kecamatan Pasimarannu, tepatnya di pulau Lambego. Dalam peta-peta tua, pulau ini ada juga yang menyebutnya pulau Kalao. Hampir semua masyarakatnya bertutur dengan bahasa ini.
Di Garaupa-- Kecamatan Pasi’ Lambena juga terdapat penutur bahasa ini. Dalam pergaulan masyarakat, mereka menyebut nama bahasa ini sesuai dengan nama kampung atau pulau penuturnya. Ada juga yang menyebutkan bahwa bahasa ini sama dengan bahasa Volio, yaitu bahasa dari penduduk asli Kabupaten Bau-Bau di kepulauan Buton-- Sulawesi Tenggara.
Ada cerita yang mengisahkan bahwa di masa lalu ada kelompok bajak laut di wilayah Buton yang sangat meresahkan warga, sehingga beberapa kelompok masyarakat meninggalkan kepulauan Buton dan mencari pulau-pulau baru untuk mengungsi dan melanjutkan hidup dengan damai. Sampailah mereka di kepulauan Kalao Toa dan Bonerate. Mereka meninggalkan Buton dengan menggunakan sampan-sampan kecil yang didayung, dengan jarak yang sangat jauh.
Di Kecamatan Bonto Sikuyu juga terdapat suku Bajo. Jumlahnya tidak begitu banyak dibanding ketiga suku lainnya, tetapi mereka masih menggunakan bahasa Bajo di antara mereka. Keempat suku ini sudah sangat mahir dalam menggunakan bahasa Selayar. Sehingga susah dibedakan dari cara menuturkannya-- apakah mereka penutur bahasa asli Selayar atau bukan.
Suku Bajo juga banyak dijumpai di wilayah kecamatan kepulauan. Di setiap kecamatan, suku ini ada meski dalam jumlah yang tidak lebih banyak dibanding suku yang lain. Mereka tetap menggunakan bahasa Bajo sebagai bahasa utama dalam pergalulan, khususnya di lingkungan suku mereka.
Suku lainpun yang sudah berbaur lama dengan mereka, sudah mengerti bahasa Bajo bahkan bisa bertutur dengan baik. Di Kecamatan Pasilambena, penutur bahasa Bajo mendiami sebuah dusun bernama One Sawengka. Masyarakat ini menggantungkan hidup sepenuhnya pada laut, karena di laut sekitarnya banyak taka (karang besar) tempat merea mencari ikan. (2/3)
Sumber: 1) Keterangan dari Alwi Mangippung, seorang keturunan Lowe' dan penutur bahasa Lowe'. 2) Keterangan dari Muhammad Alim, seorang keturunan dari komunitas yang mendiami pulau Karumpa, sekaligus penutur bahasa Cia-Cia. 3) Keterangan dari Muhammad Ridwan Jongke, seorang pensiunan ASN yang pernah lama bertugas di Buton, Sulawesi Tenggara.
Bersambung.... Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya (3)
Sebelumnya.... Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya (1)
Sumber: buku Selayar dan Pergerakan A.G.H. Hayyung, dan sumber lapangan.