Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kepercayaan Masyarakat Selayar Pra-Islam (3)

Kepercayaan Masyarakat Selayar Pra-Islam, Geologi dan Topografi Selayar, Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya, Mengenal Nama Selayar, sejarah selayar, nusa selayar, sejarah nusa selayar, sejarah pemerintahan selayar, selajar, saleijer, salaiyer, salaijer, kepulauan selayar, kabupaten kepulauan selayar, K.H. Hayyung, Hayyung, Aroepala, .
Moskee in de kampong Ra'ra; Tanette - Saleier - Mesjid di Kampung Ra'ra Tanete Selayar KITLV 1932

SELAYAR.ARUNGSEJARAH.COM - Kepercayaan Masyarakat Selayar Pra-Islam (3).

DALAM satu tahun, ada bulan yang utama yang membawa keberuntungan, pun ada bulan yang membawa kesialan dalam memulai suatu kegiatan atau melaksanakan suatu hajat. Kemudian dalam setiap bulan, ada pekan yang membawa keberuntungan dan pekan yang membawa kesialan. 

Begitu juga dalam setiap pekan, ada hari yang membawa keberuntungan, dan hari yang membawa kesialan. Tak terkecuali hari, ada titik letak matahari yang membawa keberuntungan, dan kesialan untuk kegiatan hidup manusia.

Keberuntungan yang berhubungan dengan waktu disebut dengan istila a-assi (berisi). Sementara kesialan yang berhubungan dengan waktu disebut dengan istilah nakasa (nahas). Mereka sudah punya perhitungan sendiri untuk menentukan a-assi atau nakasa-nya suatu waktu dalam satu kurun waktu. 

Pengetahuan yang mendalam tentang waktu ini hanya dimiliki oleh tokoh tertentu dalam masyarakat, yang disebut sanro. Masyarakat yang lain hanya mengetahui yang bersifat umum saja. Sehingg jika seseorang ingin melakukan suatu hal yang penting dalam hidupnya, akan mendatangi sanro untuk menentukan waktu yang baik untuk memulainya. 

Begitu juga untuk kegiatan bersama dalam masyarakat. Seperti untuk kegiatan; berbagai jenis hajatan, memulai menggarap lahan, memulai menebang pohon untuk bangunan rumah, memulai turun ke laut, berburu, hendak bepergian jauh, penyelesaian suatu masalah, menghadap penguasa, peperangan, dan kegiatan lainnya dalam kehidupan masyarakat. 

Kegagalan atau keberhasilan dari setiap kegiatan yang dilakukan, diyakini—erat hubungannya keutamaan waktu saat memulai melakukan kegiatan tersebut. 

Waktu yang nakasa dan a-assi itu berbeda hitungannya untuk setiap jenis kegiatan, meskipun pada waktu-waktu tertentu baik untuk semua jenis kegiatan dan sebaliknya nahas untuk semua jenis kegiatan. Ilmu tentang waktu ini dikenal dengan sebutan pa’bintangang (perbintangan/ falaqiyah/ astronomi).

Sisa-sisa kepercayaan itu masih mudah didapati sampai periode awal kemerdekaan. Bahkan sampai saat ini masih ada saja masyarakat yang melakukan ritual yang sepintas lalu terlihat seperti ritual pada kepercayaan animisme dan dinamisme tersebut. 

Dalam hal kesehatan, ada penyakit yang dipercaya sebagai penyakit warisan dari leluhur. Sehingga penyakit tersebut harus diterima dengan ikhlas karena hal itu dianggap sebagai suatu kewajaran. Ada juga jenis penyakit yang diyakini—sengaja diturunkan oleh Yang Maha Kuasa kepada manusia sebagai ujian hidup yang tidak bisa dihindarkan. 

Masyarakat juga mengenal penyakit yang disebut puru opu (kudis raja). Puru opu dalam dunis kesehatan disebut cacar. 

Penyakit ini diistimewakan karena dianggap sebagai raja dari semua jenis penyakit yang biasa menimpa manusia. Puru ini diyakini pasti pernah diderita oleh setiap orang dalam hidupnya.

Ritual yang terkait dengan berbagai kegiatan daur hidup masyarakat juga banyak dilakukan. Misalnya yang berhubungan dengan kehamilan, kelahiran, kedewaaan, pernikahan, dan kematian. Ritual dilakukan dengan harapan manusia akan mencapai kesejahteraan dan kemakmuran dalam hidupnya di dunia dan di akhirat. 

Pelaksanaan ritual dari masing-masing peristiwa itu mempunyai tahapan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. 

Pelaksanaan ritual dipimpin oleh seorang sanro yang memang sudah mendapat kepercayaan di tengan masyarakat, karena tidak semua orang bisa memimpin pelaksanaan ritual-ritual seperti itu. 

Sanro harus menguasai; setiap tahapan pelaksanaannya, perlengkapannya, dan do’a-do’a yang harus dipanjatkan. 

Ilmu yang dikuasai oleh seorang sanro biasanya diwariskan secara turun-temurun, atau diwariskan kepada kerabat dekat lainnya. (3/3)

Bersambung.... Kepercayaan Masyarakat Selayar Pra-Islam (2)

Sumber: buku Selayar dan Pergerakan A.G.H. Hayyung, dan sumber lapangan.