Masyarakat Selayar Memeluk Islam Berdasarkan Lontaraq Sultan Pangali Patta Raja
SEORANG yang bernama Mandiang yang dikenal juga dengan nama Khatib Tunggal adalah seorang penyebar Islam di Sulawesi. Ia bersama 2 orang lainnya berasal dari Kutai Tengah- Minangkabau. Mereka melakukan pelayaran dari kampung halamannya menuju Sulawesi dengan tujuan utama untuk mendakwakan Islam. Mandiang kemudian lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Datok Ri Bandang.
Sebagai bagian dari upaya dakwahnya di Sulawesi, pada akhir abad XVI, ia melakukan pelayaran dari Buton menuju Gowa. Pelayaran yang melewati selat Selayar dimanfaatkan untuk singgah di Selayar menemui Karaeng Gantarang. Perahunya berlabuh di pantai Ngapa Lohe.
Orang pertama yang dilihatnya adalah seorang nelayan yang bernama Puso’. Kepadanya disampaikanlah maksud kedatangannya menemui Karaeng Gantarang. Yaitu ingin menyampaikan keagungan ajaran Islam. Terlebih dahulu Datok Ri Bandang bermusyawarah dengan Puso’ tentang ajaran Islam.
Puso’ merasa yakin tentang kebenaran ajaran Islam, dan iapun di-Islamkan. Dengan dituntun oleh Datok Ri Bandang, ia menyatakan ke-Islamannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Untuk menyempurnakan peng-Islamannya, ia lalu dikhitan oleh Datok Ri Bandang.
Perjalanan dilanjutkan menuju rumah kebesaran Karaeng Gantarang, dengan ditemani oleh Puso’ sebagai penunjuk jalan. Kedatangannya disabut baik oleh Karaeng Gantarang, Pangali Patta Raja. Datok Ri Bandang memperkenalkan dirinya dan menyampaikan maksud kedatangannya.
Karena ketinggian ilmunya, dakwah yang disampaikan Datok Ri Bandang—dipahami dengan dengan baik oleh Karaeng Gantarang. Ia menyatakan ke-Islamannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat—dituntun oleh Datok Ri Bandang. Kemudian ia menyampaikan kepada pemuka adatnya dan seluruh masyarakatnya tentang ke-Islamannya, dan mengajak semuanya untuk menganut ajaran Islam dan mendalaminya.
Ia lalu dikhitan oleh Datok Ri Bandang, disusul oleh anggota dewan adatnya. Sejak saat itulah, Kekaraengan Gantarang menjadi negeri yang berdasarkan Islam dalam pemerintahannya. Segala kebijakan pemerintahan disandarkan pada kebenaran Islam. Peristiwa inilah yang menjadi rujukan masuknya Islam pertama kali di Selayar.
Dalam rangka penyebaran Islam, Karaeng Gantarang membangun sebuah masjid di lingkungan kerajaan. Masjid belum rampung dibangun, Pangali Patta Raja mangkat. Pembangunan dilanjutkan oleh Opu Baso sampai masjid itu rampung. Masjid yang menjadi penanda penyebaran Islam periode awal di Selayar itu masih ada sampai sekarang. Sampai periode awal kemerdekaan, masjid ini masih ramai dikunjungi masyarakat saat hari raya Idul Adha untuk melakukan shalat ied berjamaah.
Pada masa pemerintahan Karaeng Gowa XII Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bonto Langkasa bersahabat dengan Kesultanan Ternate di bawah pemerintahan Sulthan Ba’abullah. Mereka melakukan perjanjian persahabatan, di antaranya adalah merestui Sulthan Ternate untuk melakukan dakwah Islam di wilayah kekuasaan Karaeng Gowa.
Ketika itu, Karaeng Gowa belum menganut ajaran Islam. Karaeng Gowa menganut Islam nanti pada tahun 1514 H, tepat pada malam jum’at 9 Jumadil Awal, bertepatan dengan 22 September 1605. Ia bersyahadat bersama mangkubuminya yang bernama I Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Katanka.
Pangali Patta Raja digantikan oleh putranya yang bernama Opu Daeng Manronrong. Tak sekedar menjalankan pemerintahan, tetapi dakwah Islam-nya tetap dikembangkan. Setelah ia mangkat, digantikan oleh Opu Daeng Paduni. Pada masa itulah, Gantarang menjadi bagian dari pemerintahan Kesulthanan Ternate, sebagai bagian dari perjanjian persahabatan Gowa dan Ternate.
Setelah Opu Daeng Paduni wafat, pemerintahan kekaraengan Gantarang dilanjutkan oleh Rahung Baso Ali Daeng Biraeng. Pada masa pemerintahannya, Gantarang diserahkan kembali kepada karaeng Gowa oleh Ba’abullah yang memegang tampuk kekuasaan kesulthanan Ternate. Di Ternate ketika itu telah banyak bangsa dari benua Eropa yang datang untuk berdagang sambil menyebarkan agama Nasrani.