Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung (2)
KARENA kenakalannya, tidak jarang Hayyung memaksa teman-teman sepermainannya masuk ke kandang ayam dan disuruh bertingkah seperti ayam. Di lain waktu, ia memaksa naik di pundak atau di punggung temannya untuk ditunggangi seperti kuda pacuan. La Mattulada bersama istrinya, Andong Lolo Daeng Ranni’, merasa malu dengan tingkah laku anaknya yang tidak terkendali itu.
Kenakalan anaknya menjadi buah bibir di masyarakat dalam wilayah Distrik Bonea, terutama di Barugaiya sendiri yang merupakan kampung tempat tinggalnya. Meski ia dikenal mahir main judi, tetapi pernah juga pada suatu ketika ia mengajak teman-temannya main judi, dan ia selalu kalah dalam perjudian itu.
Karena kenakalannya itu, Hayyung beberapa kali diusir oleh ibunya dari rumah. Apa yang dilakukan oleh ibunya itu, tidak lantas membuat ia jerah.
Untunglah orang tuanya, La Mattulada seorang yang kaya dan sabar, sehingga kebiasaan Hayyung berjudi tidak membuat kehidupan keluarganya melarat. Yang menjadi beban terberat La Mattulada sebagai orang tua adalah rasa malu yang harus ditanggung oleh keluarga besarnya akibat kenakalan Hayyung. Ia merasa gagal memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya.
Setelah memasuki usia sekolah, oleh pamannya yang bernama Haji Bakka, Hayung didaftarkan di Volk School (VS) yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Sekolah Desa atau Sekolah Rakyat, setingkat dengan Sekolah Dasar (SD) sekarang.
Tidak semua anak bisa masuk dalam sekolah ini, hanya mereka yang berasal dari keturunan opu dan kelompok bangsawan tinggi lainnya. Oleh sebab itu, Volk School dikenal juga dalam masyarakat sebagai ’Sikolah Opu’ yang berarti sekolah kaum bangsawan. Hayyung berasal dari keturunan bangsawan, bapaknya adalah bangsawan dari daerah Pammana- Wajo, sedangkan ibunya adalah bangsawan dari Barugaiya.
Oleh sebab itu, ia dengan mudah bisa masuk dan bersekolah di Volk School. VS tempat Hayyung disekolahkan ada di kota Benteng ibukota Onderafdeling Selayar, dan satu-satunya sekolah yang ada di Selayar ketika itu. Jarak antara rumahnya di Barugaiya dan tempat sekolahnya sekitar 15 km ke arah selatan.
Keinginan keluarga Hayyung untuk menyekolahkannya di Volk School dilatarbelakangi oleh harapan agar ia tumbuh menjadi anak yang terpelajar. Dan kesempatan sekolah merupakan hak istimewa bagi kaum bangsawan yang tidak dimiliki oleh semua anak seusianya.
Pada lingkungan yang baru itu, Hayyung diharapkan bisa berubah menjadi anak yang baik dan taat kepada orang tuanya, tidak lagi nakal seperti sebelumnya.
Hayyung nakal tidak membantah keinginan pamannya untuk masuk sekolah, sehingga pamannya semakin yakin bahwa di lingkungannya yang baru itu Hayyung cepat atau lambat akan menjadi anak yang baik.
Tetapi Hayyung nakal tidak berubah sama sekali, ia tetap saja nakal dan hampir setiap hari ia berkelahi dengan teman-teman di sekolahnya. Berkali-kali ia diberi peringatan dan hukuman oleh pihak sekolah karena kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.
Sekian banyak peringatan dan hukuman itu ternyata tidak membuat Hayyung menjadi jera. Pihak sekolah menjadi berang dengan tingkah laku Hayyung yang semakin tidak bisa diatur. Tidak satu orangpun guru yang ia takuti, padahal guru ketika itu adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh semua murid di sekolah.
Guru juga memperoleh kedudukan yang istimewa dalam kehidupan bermasyarakat karena mereka dianggap sebagai kelompok orang terpelajar yang ketika itu jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari.
Karena merasa tidak sanggup lagi mendidik Hayyung, akhirnya pihak sekolah memutuskan untuk mengeluarkannya dari sekolah. Pihak sekolah juga khawatir kalau tingkah laku Hayyung akan mempengaruhi perkembangan kejiwaan teman-teman sekolahnya. (2/3)
Bersambung.... Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung (3)
Sebelumnya.... Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung (1)
Sumber: buku Selayar dan Pergerakan A.G.H. Hayyung.