Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung (1)
NAMA dalam padangan Islam adalah bagian dari do’a atau harapan agar kelak yang diberi nama tersebut mempunyai kepribadian yang sesuai dengan namanya. Oleh sebab itu, pemberian nama harus dengan pilihan kata-kata yang baik, sehingga memanggilnya merupakan do’a yang baik pula bagi pemilik nama tersebut.
Nama Abdul Hay yang diberikan oleh keluarganya terdiri dari dua kata, yaitu ’Abdul’ yang berarti ’Hamba Allah’ dan ’Hay’ yang berarti ’hidup’, yang kalau kedua kata itu dipadukan bisa diartikan sebagai ’Hamba Allah yang Hidup’.
Pemberian nama Abdul Hay dapat ditafsirkan mempunyai maksud dan harapan agar kelak anaknya mempunyai umur yang panjang, dan sanggup hidup dalam Islam dan menghidupkan agamanya.
Hayyung hidup dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan perintah agama. Hayyung kecil dirawat dan dibesarkan oleh kedua orang tuanya dengan penuh kasih sayang sebagai layaknya orang tua kepada anaknya.
Keluarganya dikenal sangat kaya dengan kebun kelapa yang sangat luas, ia hidup berkecukupan dalam hal materi. Kelapa ketika itu merupakan tanaman jangka panjang utama masyarakat Selayar dan menjadi sumber penghidupan utama sebagian besar masyarakat, baik di daratan Pulau Selayar maupun di daerah kepulauannya.
Sebagai orang tua, ayah- bundanya berharap Hayyung kelak menjadi anak yang taat menjalankan perintah agama dan menjadi kebanggaan keluarga. Tetapi harapan itu berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Hayyung tumbuh menjadi anak yang nakal, keras kepala, dan tidak bisa diatur. Semakin hari tingkahnya semakin tidak terkendali.
Ia dikenal suka berkelahi dan memukul siapa saja temannya yang dianggap menjengkelkan meski dengan alasan yang tidak jelas. Kegemarannya yang lain adalah mengadu ayam, dan tidak jarang ayam yang diadu itu milik orang lain. Ayam yang kalah dalam aduan dilepaskan, dan yang menang diambil untuk dibawa ke mana saja untuk mencari ayam tandingan.
Ia tidak hanya mengadu ayam, tetapi ia juga sering mengadu sesama temannya. Temannya disuruh berkelahi antara satu dengan yang lainnya, dan yang menang diberi hadiah oleh Hayyung berupa uang tunai. Sementara yang kalah sering disuruh masuk ke kandang ayam dan disuruh berkokok seperti ayam. Tidak seorangpun temannya yang berani membantah keinginannya.
Semua temannya takut kepadanya karena keberanian dan kebangsawanannya. Setiap ia keluar rumah bermain, ia selalu membawa sejumlah uang yang disimpan dalam sebuah buntalan yang khusus dibuat untuk tempat uang. Dengan uang itulah ia membiayai kenakalannya, termasuk mengadu teman-temannya dengan memberi hadiah uang bagi yang menang.
Semakin hari, kegilaan Hayyung mengadu ayam semakin menjadi-jadi. Dari lingkungannya, ia mulai mengenal judi sabung ayam. Karena masyarakat di sekitarnya banyak yang gemar menyabung ayam, Hayyung pun semakin larut dalam permainan itu.
Sabung ayam merupakan budaya yang turun-temurun dalam kehidupan masyarakat Bugis- Makassar termasuk Selayar sejak zaman dahulu. Budaya sabung ayam menyentuh semua lapisan masyarakat, mulai dari kelompok opu/ karaeng (bangsawan) sampai ata (budak) yang merupakan lapisan masyarakat paling bawah. Sisa-sisa kebudayaan itu masih bisa dijumpai sampai saat ini. (1/3)
Bersambung.... Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung (2)
Sumber: buku Selayar dan Pergerakan A.G.H. Hayyung.