Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sistem Kekerabatan Masyarakat Selayar (1)

Kekerabatan Masyarakat Selayar, Haji Hayyung; Masa Pencarian Ilmu Islam di Makkah, Kehidupan Masa Kanak-Kanak Haji Hayyung, Latar Belakang Keluarga Haji Hayyung, Pelapisan masyarakat selayar, Pemerintahan Adat Selayar Masa pendudukan Belanda, Kepercayaan Masyarakat Selayar Pra-Islam, Geologi dan Topografi Selayar, Mengenal Penduduk Selayar dan Bahasanya, Mengenal Nama Selayar, sejarah selayar, nusa selayar, sejarah nusa selayar, sejarah pemerintahan selayar, salajara, selajar, salajar, saleier, saleijer, salaiyer, salaijer, kepulauan selayar, kabupaten kepulauan selayar, K.H. Hayyung, Haji Hayyung, Aroepala, Masyarakat Selayar Memeluk Islam Berdasarkan Lontaraq Sultan Pangali Patta Raja,Pengabaran Injil di Selayar

BUDAYA hidup dalam masyarakat, antara satu dengan yang lain mempunyai hubungan kejiwaan yang erat. Hubungan itu terjalin, terutama karena adanya hubungan kekerabatan antara yang satu dengan yang lain. Masyarakat Selayar menyebut hubungan ini dengan istilah passibijaang, dari kata bija yang berarti kerabat. Mereka yang terikat dalam passibijaang terikat tanggung jawab antara satu dengan yang lain. 

Bentuk rasa tanggung jawab itu akan sangat jelas terlihat ketika ada di antara kerabat yang terlibat urusan yang berhubungan dengan siri’ (harga diri), seperti; penghinaan orang lain terhadap salah satu di antara keluarga, perselisihan dengan pihak di luar keluarga, perkawinan, pelaksanaan hajatan, dan lain-lain. Hubungan kekerabatan dalam budaya Makassar disebut dengan istilah passibijaeng, dan dalam budaya Bugis disebut dengan istilah asseajingeng.

Pada dasarnya, hubungan kekerabatan terjadi melalui dua jalur, yaitu melalui hubungan darah (keturunan) dan hubungan perkawinan. 

Kekerabatan melalui jalur keturunan dikenal dengan istilah bija pammanakang, dan kekerabatan melalui jalur perkawinan dikenal dengan istilah bija pasianakang

Tetapi dalam budaya masyarakat Selayar, perkawinan yang ideal adalah yang masih ada hubungan bija pammanakang

Terkait dengan hal ini, di masyarakat dikenal istilah a’boja ntama’i, maksudnya; mencari jodoh dalam lingkup kerabat, sehingga hubungan kekerabatan semakin dekat, dan warisan keluarga tidak berpindah tangan keluar. 

Istilah sebaliknya juga dikenal sebagai a’boja nsulu’i, maksudnya—mencari jodoh di luar kerabat; dilihat sebagai upaya menjalin hubungan kekerabatan baru dengan keluarga baru di luar kerabat. 

Terkait dengan warisan; jika ia laki-laki—maka ia dianggap membawa keluar harta kerabat, sebaliknya—jika ia perempuan, ia dianggap membawa masuk harta dari pihak suaminya.

Hubungan kekerabatan yang termasuk bija pammanakang mengikuti garis keturunan ayah dan ibu. Lingkup yang paling kecil dalam bija pammanakang disebut bija pammanakang sibatu sapo, yaitu mereka yang termasuk keluarga batih/ inti. 

Bija pammanakang sibatu sapo dapat diartikan sebagai kekerabatan keturunan satu rumah, maksudnya—hubungan kekerabatan yang terjadi karena keturunan, yang terdiri dari; ayah, ibu, dan anak-anaknya; mereka dianggap sebagai orang-orang yang berada dalam satu rumah.

Dari segi kedekatan hubungan hubungan darah, passibijaang dibagi menjadi;  bija mbani (kerabat dekat) dan bija dere (kerabat jauh). 

Yang masuk dalam golongan bija mbani adalah; ayah dan ibu, saudara (kakak/adik), saudara ayah dan ibu—sampai sepupu tiga kalinya ayah dan ibu, kakek dan nenek, saudara kakek dan nenek—sampai sepupu tiga kali kakek dan nenek, buyut bersama saudara-saudaranya—sampai sepupu tiga kalinya. 

Yang termasuk bija dere adalah semua kerabat di luar dari bija mbani. (1/2)